Terjerat Kasus Korupsi, Bupati Labuhanbatu Nonaktif Dituntut 6 Tahun Penjara

METRO24, MEDAN – Terjerat kasus korupsi, Bupati Labuhanbatu Nonaktif, Erik Adtrada Ritonga dituntut selama 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (4/9/2024).

JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terdakwa Erik terbukti bersalah menerima suap pengamanan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu.

“Berdasarkan fakta persidangan perbuatan terdakwa Erik telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) berupa penerimaan suap dari sejumlah kontraktor sebesar Rp4,9 miliar lebih,” tegas JPU.

JPU menjelaskan adapun perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam melanggar Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Diterangkan JPU, dari total uang penerimaan suap tersebut, Erik telah menerima uang sebesar Rp3,8 miliar lebih yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

“Uang sebesar Rp1,1 miliar dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa Rudi Syahputra selaku mantan anggota DPRD Labuhanbatu dan uang sebesar Rp100 juta untuk biaya operasional Polres Labuhanbatu,” jelas JPU.

JPU juga mengungkapkan bahwa uang dari hasil perbuatan jahat yang dilakukan Erik dan Rudi tersebut tidak pernah dikembalikan kepada negara.

“Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata JPU.

Selain itu, JPU juga menuntut Erik untuk membayar uang pengganti (UP) Rp3.850.000.000 dikurangkan dengan uang yang telah dirampas untuk negara subsider 3 tahun penjara.

Tak sampai disitu, JPU juga menuntut supaya hak politik terhadap Erik untuk dipilih sebagai pejabat publik dicabut selama 3 tahun yang terhitung sejak selesai menjalani hukuman.

“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak politik (untuk dipilih sebagai pejabat publik) selama 3 tahun sejak selesai menjalani hukuman,” pungkasnya.

Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, selanjutnya majelis hakim diketuai As’ad Rahim menunda persidangan pada pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pleidoi) dari terdakwa Erik. (ansah)