Ada Nama-nama Lainnya Disebut dalam Dakwaan Kasus Suap Mantan Komisioner Bawaslu Medan Azlansyah Hasibuan

METRO24, MEDAN – Komisioner Bawaslu Medan Nonaktif, Azlansyah Hasibuan dan rekannya, Fachmy Wahyudi Harahap menjalani sidang perdana perkara gratifikasi (suap) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (22/2/2024).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Gonggom Halomoan Simbolon dalam dakwaannya menguraikan, Selasa (3/10) lalu Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Medan mendaftarkan saksi Robby Kamal Anggara sebagai bakal calon legislatif (Bacaleg) DPRD Medan.

Yakni untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Medan 2 yaitu Kecamatan Medan Belawan, Medan Marelan dan Medan Labuhan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan.

“Namun dalam proses pendaftaran tersebut terdapat kendala dikarenakan terjadinya kesalahan upload (unggah) ijazah yaitu ijazah SMP saksi Robby. Sehingga dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU Medan,” kata JPU membacakan dakwaannya di hadapan majelis hakim diketuai Andriyansyah.

JPU melanjutkan Yohannes Abadi selaku Ketua PKN Medan, Minggu (15/10) menelepon Robby untuk memberitahukan bahwa berkasnya, TMS. Di pihak lain, KPU Medan, Minggu (5/11) menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) DPRD Medan, tanpa nama saksi Robby.

Kemudian, Senin (6/11) PKN Medan mengajukan permohonan gugatan sengketa terhadap KPU Medan (termohon), terkait tahapan penetapan DCT DPRD Medan periode 2024-2029 di Bawaslu Medan. Keesokan harinya, Bawaslu Medan mengirimkan surat balasan.

Dengan penjelasan, bahwa gugatan tidak sesuai dengan peraturan Bawaslu. Tak terima dengan penjelasan tersebut, PKN Medan, Rabu (8/11) kembali mengajukan gugatan sengketa melalui Bawaslu Medan dan diterima langsung oleh pihak Bawaslu Medan.

Diantaranya saksi Ferlando Jubelito Simanungkalit, Fachril Syahputra alias Farel, Swandhy Ranbos Butar-butar dan Yosua Prasetyo Munthe.

Keesokannya, Bawaslu Medan melakukan mediasi pertama antara PKN Medan selaku pemohon dan KPU Medan selaku termohon.

“Dari pihak KPU Medan diantaranya dihadiri oleh saksi Zefrizal (komisioner), Ahmad Nurdin (Sekretaris), Fatimah (Kasubbag Teknis), Ramdani Agustina Harahap (Kasubbag Hukum dan SDM), Tomita Juniarta Sitompul (staf Divisi Hukum dan SDM),” sebut JPU.

Sedangkan dari pihak pemohon, diantaranya oleh saksi Yohannes Abadi (Ketua PKN Medan), Joko Suhartono (Sekretaris).

Lalu dari pihak Bawaslu Medan diantaranya oleh saksi Ferlando Jubelito Simanungkalit (ketua majelis mediasi), terdakwa Azlansyah Hasibuan dan saksi Imelda Ria Butar-butar (anggota majelis mediasi).

Hasil mediasi pertama, tidak didapatkan kesepakatan antara pemohon dengan termohon sehingga sidang mediasi diskors dan akan dilanjutkan, Jum’at (10/11).

“Setelah selesai mediasi pertama, saksi Yohannes menelepon saksi Ferlando mengajak diskusi terkait permasalahan tersebut dan bertemu di The Traders, Jalan Patimura, Medan,” cetus JPU.

Selanjutnya sekira pukul 18.30 WIB, saksi Robby, Yohannes, Ferlando, terdakwa Azlansyah, Swandhy Ranbos Butar-butar dan Yosua Prasetyo Munthe bertemu di lokasi dimaksud.

Dalam pertemuan tersebut terdakwa Azlansyah ada mengucapkan, ”Masa’ nggak ngerti bahasa dari Zefrizal tadi, mangga atau jeruk”.

Saksi Robby pun mengatakan, “Ya udah bang mohon dibantu, agar dibicarakan dengan bang Zefrizal”.

Selanjutnya saksi Ferlando menimpali, “Nggak bisa pihak kami saja yang bantu, nanti dikira pihak KPU kami makan besar”.

Terdakwa Azlansyah pun mengatakan, “Nanti saya akan bertemu dengan bang Zefrizal di (Jalan) Krakatau”.

“Setelah pertemuan tersebut, saksi Ferlando meminta terdakwa Azlansyah menemui Zefrizal untuk membicarakan masalah mediasi penyelesaian sengketa proses Pemilu antara PKN Medan dengan KPU Medan tersebut. Terdakwa Azlansyah, Ferlando, Swandhy dan Yosua kemudian bertemu dengan Zefrizal di kedai kopi Ulee Kareng, Jalan Krakatau Medan,” ujar JPU.

JPU menjelaskan pada pertemuan tersebut yang melakukan diskusi hanya terdakwa Azlansyah, Ferlando dan Zefrizal. Sedangkan Swandhy dan Yosua diminta untuk berpindah ke meja lain.

Terdakwa Azlansyah pun mencari tahu tentang figur Bacaleg DPRD Medan Robby Kamal Anggara melalui akun facebook. Di antaranya berteman dengan Fachmy Wahyudi Harahap alias Midun (berkas terpisah).

Setelah mendapat nomor kontaknya, Fachmy menghubungi Robby namun tidak diangkat. Beberapa saat kemudian Robby menelepon balik. Fachmy kemudian menanyakan keseriusan Robby dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapinya.

“Iya. Memang serius,” kata JPU menirukan ucapan Robby pada pembicaraan lewat telepon.

Sementara nilai yang disampaikan terdakwa Azlansyah melalui Fachmy sebesar Rp100 juta. Spontan Robby menolak dan hanya sanggup Rp50 juta. Via telepon, terdakwa Azlansyah menyetujui angka dimaksud.

Pada mediasi kedua di Kantor Bawaslu Medan, terdakwa Azlansyah yang memimpin sidang dikarenakan Ferlando terlambat datang ke persidangan. Dari hasil mediasi didapat kesepakatan antara PKN dan KPU Medan untuk melakukan perbaikan data.

Selanjutnya nama Robby terdaftar dalam DCT Anggota DPRD Medan dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.

“Sabtu (11/11) sore, terdakwa Azlansyah mengirimkan chat (pesan teks) kepada Fachmy memberitahukan bahwa Robby sudah masuk dalam DCT. Esok harinya terdakwa Azlansyah kembali meneleponnya untuk menanyakan penyelesaian uang Rp50 juta dimaksud. Robby mengatakan akan menyerahkan uangnya, besok,” urai JPU.

JPU mengungkapkan, namun penyerahan uang, Senin (13/2) tertunda dikarenakan adik Robby mengalami kecelakaan lalu lintas. Selasa (14/11) Robby terus menerus didesak Fachmy orang suruhan terdakwa Azlansyah untuk menyerahkan uangnya.

Khawatir dirinya akan dicurangi terdakwa Azlansyah untuk pemilihan legislatif selanjutnya, Robby pun menelepon Fachmy untuk bertemu di Hotel JW Marriott Medan sekira pukul 19.00 WIB untuk menyerahkan uangnya.

Terdakwa Azlansyah kemudian menyuruh Fachmy lebih dulu ke hotel menemui Robby. Sementara Robby sudah membawa amplop coklat berisi Rp25 juta dan duduk di Lounge Hotel bersama saksi Arif Prastio.

Sekira pukul 20.00 WIB Fachmy dan saksi Indra Gunawan tiba. Ketiganya pindah ke meja lain sedangkan saksi Arif yang memegang amplop tersebut, tidak ikut pindah.

Satu setengah jam kemudian terdakwa Azlansyah datang dan langsung bergabung ke meja Robby.

Beberapa saat kemudian, Robby memanggil saksi Arif untuk menyerahkan amplopnya. Tak lama berselang datang petugas kepolisian dari Polda Sumut melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

“Perbuatan terdakwa Azlansyah sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 12 huruf e UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Atau kedua, Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana,” pungkas JPU. (ansah)